moving

PENGEMBANGAN DIRI / CHARACTER BUILDING / SELF IMPROVEMENT

The Power of Habit #6 KEKUATAN KRISIS; Bagaimana para Pemimpin Menciptakan Kebiasaan Melalui Ketidaksengajaan dan Kesengajaan


     Rutinitas justru muncul akibat ketidaksengajaan dan menyebar melalui bisikan-bisikan peringatan, sampai satu pola beracun muncul. Hal ini bisa terjadi di dalam organisasi apa pun yang tidak memiliki kebiasaan yang dirancang dengan sengaja. Bila memilih kebiasaan kunci yang benar bisa menciptakan perubahan yang menakjubkan, memilih kebiasaan kunci yang salah justru mendatangkan bencana.
     Namun terkadang, bahkan kebiasaan merusak pun bisa diubah oleh para pemimpin yang tahu bagaimana menyambar kesempatan yang tepat. Terkadang, di tengah-tengah krisis, kebiasaan-kebiasaan yang benar bisa muncul.
     Sebagian besar organisasi membuat keputusan rasional berdasarkan pembuatan keputusan secara sengaja, namun cara perusahaan bekerja sama sekali bukan begitu. Sebaliknya, firma dipandu oleh kebiasaan-kebiasaan organisasional yang telah lama dipegang, pola-pola yang kerap kali muncul dari ribuan keputusan mandiri para pegawai. Dan kebiasaan-kebiasaan ini memiliki dampak-dampak yang lebih menonjol daripada yang dulu dipikirkan orang.
     Kebiasaan-kebiasaan organisasional itu—atau “rutinitas”—sangatlah penting, sebab tapa kebiasaan, sebagian besar perusahaan tak akan bisa menyelesaikan apa-apa. Rutinitas menyediakan ratusan aturan tak tertulis yang dibutuhkan perusahaan untuk beroperasi. Rutinitas memungkinkan para pekerja bereksperimen dengan gagasan baru tanpa harus meminta izin pada setiap tahap. Rutinitas memberikan semacam “ingatan organisasional”, sehingga para manajer tidak harus memperbarui proses penjualan setiap enam bulan atau panik setiap kali ada wakil presiden yang berhenti. Rutinitas mengurangi ketidakpastian.
     Namun salah satu manfaat rutinitas paling penting adalah bahwa rutinitas menciptakan gencatan senjata antara kelompok-kelompok atau individu-individu yang berpotensi berperang dalam satu organisasi.
     Perusahaan bukan keluarga. Perusahaan adalah medan pertempuran dalam perang saudara.
     Terlepas dari kapasitas perang internal itu, sebagian besar perusahaan berjalan secara relatif damai, tahun demi tahun, karena memiliki rutinitas—kebiasaan—yang menciptakan gencatan senjata yang memungkinkan setiap orang menyisihkan persaingan mereka untuk waktu cukup lama agar pekerjaan bisa selesai.
     Kebiasaan-kebiasaan organisasional menawarkan satu janji dasar: Bila kita mengikuti pola-pola yang termantapkan dan menaati gencatan senjata, maka persaingan tidak akan menghancurkan perusahaan, laba akan mengalir masuk, dan, pada akhirnya, semua orang akan menjadi kaya.


     Nyaris sepanjang waktu, rutinitas dan gencatan senjata bekerja sempurna. Tentu saja ada persaingan, namun berkat kebiasaan-kebiasaan institusional, persaingan dijaga agar tak melebihi batas dan bisnis pun berkembang.
     Tapi terkadang gencatan senjata pun terbukti tidak mencukupi. Terkadang, perdamaian yang tidak stabil juga bisa sama menghancurkannya dengan perang saudara.
Tidak ada satu pun rutinitas yang manasuka. Masing-masing dirancang untuk alasan tertentu.
     Terkadang, satu prioritas—atau satu departemen atau satu orang atau satu tujuan—harus mengalahkan segala sesuatu, walaupun mungkin tidak populer atau mengancam keseimbangan kekuasaan. Terkadang, gencatan senjata dapat menciptakan bahaya yang tidak sepadan dengan perdamaian yang terbentuk.
     Ketika sedang terjadi kekacauan, kebiasaan-kebiasaan organisasional menjadi cukup mudah diubah untuk menetapkan tanggung jawab dan menciptakan keseimbangan kekuasaan yang lebih adil. Krisis sedemikian berharga, sehingga terkadang ada baiknya terus menerus mengangkat kesadaran bahwa bencana mengintai ketimbang membiarkan kesadaran itu padam.
     Bahkan krisis merupakan kesempatan yang sedemikian berharga sehingga pemimpin yang bijak kerap kali secara sengaja memperlama rasa kesadaran akan kondisi darurat.
     Perubahan-perubahan jenis yang sama mungkin terjadi di perusahaan mana pun ketika kebiasaan-kebiasaan institusional—melalui kecerobohan atau pengabaian—telah menciptakan gencatan-gencatan senjata yang membahayakan. Perusahaan dengan kebiasaan-kebiasaan difungsional tidak bisa berubah semata karena diperintah seorang pemimpin. Para eksekutif yang bijak justru mencari momen krisis—atau menciptakan persepsi krisis—dan menumbuhkan perasaan bahwa ada yang harus berubah, sampai akhirnya setiap orang siap merombak pola-pola yang mereka gunakan dalam hidup sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar