Tahun 2022, ketika Andrew Pole mendapat kabar bahwa
Target sendang mencari sejumlah pengolah angka, ia pun mencoba peruntungannya.
Ia tahu Target sungguh berbeda levelnya
dalam hal pengumpulan data. Bagi seorang ahli statistik, data itu adalah jendel
ajaib untuk melihat masuk ke dalam pilihan para pelanggan. Target menjual
sesuatu, dan dengan melacak kebiasaan belanja orang-orang, para analis
perusahaan bisa memprediksi apa yang terjadi dalam rumah mereka.
Tugas Pole adalah menjadi ahli
matematika pembaca pikiran, yang membongkar kebiasaan para pembelanja guna
meyakinkan mereka untuk berbelanja lebih banyak. Pole telah mempelajari
sejumlah bahaya dalam mengincar kebiasaan-kebiasaan paling intim orang-orang.
misalnya ia akan mempelajari bahwa menyembunyikan apa yang kalian tahu
terkadang sama penting dengan mengetahuinya.
Dulu, perusahaan seperti Target
tidak akan pernah mempekerjakan orang seperti Andrew Pole. Mereka tidak
melakukan analisa berbasis data yang mendalam seperti itu. Mereka mengintip ke
benak para pelanggan dengan cara lama: mempekerjakan ahli psikologi yang
mencoba-coba taktik bernilai ilmiah kurang jelas yang dikatakan dapat mendorong
pelanggan untuk berbelanja lebih banyak.
Tapi masalah taktik-taktik itu
adalah memperlakukan setiap pembelanja secara seragam. Taktik-taktik itu adalah
solusi satu jurus yang cukup primitif untuk memicu kebiasaan-kebiasaan belanja.
Seiring semakin tingginya persaingan antara toko-toko pengecer, toko jejaring
seperti Target mulai mengerti bahwa mereka tidak bisa mengandalkan kumpulan
trik yang sama. Satu-satunya cara meningkatkan laba adalah mencari tahu
kebiasaan setiap individu pembelanja dan memasarkan barang kepada masing-masing
orang, dengan sentuhan personal yang dirancang untuk memenuhi pilihan belanja
unik sang pelanggan.
Pelanggan terkadang bertindak
seperti makhluk yang hanya mengandalkan kebiasaan, secara otomatis mengulangi
perilaku masa lalu tanpa peduli tujuan masa kini. Meskipun semua orang
mengandalkan kebiasaan untuk memandu mereka berbelanja, kebiasaan setiap orang
berbeda.
Kebiasaan itu unik bagi setiap orang.
Target akan mempelajari
pola-pola belanja lain kalian dan memperhatikan bahwa kalian terkadang membeli
sereal, tapi tidak pernah membeli susu—yang berarti kalian pasti membelinya di
tempat lain. Jadi Target akan mengirimi kalian kupon untuk membeli susu
berkadar lemak 2%, juga untuk coklat tabur, peralatan sekolah, perabotan
halaman, garu, dan—karena kemungkinan kalian ingin bersantai setelah seharian
bekerja—bir. Perusahaan akan menebak apa yang biasa kalian beli, dan kemudian
mencoba meyakinkan kalian agar membelinya di Target. Target memiliki kemampuan
mempersonalisasi iklan dan kupon yang mereka kirim ke setiap pelanggan,
walaupun kalian mungkin tak akan pernah sadar kalau kalian menerima kiriman
brosur berbeda dari yang diterima tetangga-tetangga kalian.
—
Pada musim panas 2003, eksekutif
promosi di Arista Records memberitahu para DJ radio mengenai lagu baru yang
mereka yakin pasti akan disukai. Judul lagu itu adalah “Hey Ya!” oleh grup
hip-hop OutKast. Rasa pasti itu tidak
didasarkan kepada intuisi semata. Hit Song Science, program analisis dan
prediksi lagu, memberi nilai yang bagus. Bahkan lebih bagus daripada yang
bagus.
Setelah dirilis, para pendengar
bukan sekadar tidak suka lagu itu, mereka membencinya. Alasan mereka adalah
mereka ingin mendengarkan lagu favorit mereka. Mereka tidak mau apa pun yang tidak
dikenal. Lantas, salah satu lagu paling diprediksi akan menjadi lagu terbaik
tahun itu malah gagal. Para eksekutif radio kelimpungan mencari sesuatu yang
bisa menjadikan “Hey Ya!” lagu hit.
Wawasan membantu menjelaskan mengapa
“Hey Ya!” gagal di radio. Masalahnya bukanlah lagu itu jelek, melainkan lagu
itu tidak akrab. Para pendengar radio tidak ingin membuat keputusan sadar
setiap kali mereka diberi sajian lagu baru. Sebaliknya, otak mereka ingin
mengikuti suatu kebiasaan. Kita nyaris tidak pernah betul-betul memilih apakah
kita menyukai atau tidak menyukai suatu lagu itu upaya mental yang terlalu
berat. Kita justru bereaksi terhadap tanda dan ganjaran dan tidak berpikir,
kita entah mulai ikut menyanyi, atau menjangkau tombol dan mengganti stasiun.
Tapi stasiun-stasiun radio dan perusahaan-perusahaan besar—termasuk target—agak
lebih cerdik.
Untuk menjadikan “Hey Ya!” hit, mereka
menyadari bahwa mereka butuh menjadikan lagu itu terdengar akrab. Dan untuk
melakukan itu, dibutuhkan satu hal lain. “Hey Ya!” perlu menjadi bagian
kebiasaan mendengarkan yang sudah mantap agar bisa menjadi hit. Dan agar
menjadi bagian kebiasaan itu, “Hey Ya!” harus sedikit disamarkan dengan cara
menyelipkannya di antara lagu-lagu yang populer.
Setelah lagu itu mulai akrab,
lagu itu mulai populer. Mendapatkan satu penghargaan Grammy, dan albumnya
terjual 5,5 juta keping.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar