“Kebiasaanlah yang paling berpengaruh. Perilaku-perilaku yang terjadi tanpa dipikir adalah bukti diri kita yang betul-betul sejati.: - Aristoteles
Kebiasaan tidak sesederhana
kelihatannya. Kebiasaan—bahkan meskipun telah tertanam di dalam benak kita—bukanlah
takdir. Kita bisa memilih kebiasaan kita, begitu kita tahu caranya. Segala sesuatu
yang kita tahu mengenai kebiasaan, dari para ahli neurologi dan ahli-ahli
organisasi, adalah bahwa kebiasaan mana pun bisa diubah, asalkan kita tahu
bagaimana kebiasaan itu berfungsi.
Ratusan kebiasaan mempengaruhi
hari-hari kita. Masing-masing memiliki petunjuk berbeda dan menawarkan ganjaran
yang unik. Sebagian di antaranya sederhana sementara yang lain kompleks,
digerakkan oleh pemicu-pemicu emosional dan menawarkan ganjaran-ganjaran
neurokimiawi samar. Namun setiap kebiasaan,
tak peduli seberapa kompleksnya, bisa diubah.
Tapi guna memodifikasi suatu
kebiasaan, kita harus memutuskan untuk mengubahnya. Kita harus secara sadar
melakukan kerja keras untuk mengidentifikasi segala tanda dan ganjaran yang
menggerakkan rutinitas kebiasaan, dan mencari alternatifnya. Kita harus
memiliki kendali dan cukup sadar diri untuk menggunakannya.
Kita harus menyadari
kebiasaan-kebiasaan kita—yang salah. Dan begitu kita mengetahui mengenai suatu
kebiasaan, kita bertanggung jawab mengubahnya. Kita harus paham bahwa kebiasaan
bisa diubah. Kita memiliki kebebasan—dan tanggung jawab—untuk mengubah
kebiasaan. Begitu kita memahami kebiasaan bisa dibangun ulang, kekuatan
kebiasaan menjadi lebih mudah untuk digenggam, dan satu-satunya pilihan yang
tersisa adalah melakukannya.
Kehendak untuk percaya adalah
bahan terpenting dalam menciptakan kepercayaan untuk berubah. Salah satu metode
terpenting untuk menciptakan kepercayaan itu adalah kebiasaan. Kebiasaan adalah
yang memungkinkan kita “melakukan satu hal dengan sulit untuk pertama kali,
namun tak lama kemudian semakin mudah melakukannya, dan akhirnya, dengan
latihan yang cukup, melakukannya secara semi-mekanis, atau bahkan nyaris tanpa
kesadaran sama sekali.” Begitu kita memilih kita ingin menjadi apa, orang
tumbuh “sesuai cara mereka terlatih, seperti juga selembar kertas atau mantel,
begitu ditekuk atau dilipat, setealhnya cenderung selalu melipat dengan cara
yang tepat sama.”
Jika kalian yakin kalian bisa
berubah—bila kalian menjadikannya suatu kebiasaan—perubahan itu menjadi
sungguhan. Inilah kekuatan sejati kebiasaan: wawasan bahwa kebiasaan-kebiasaan
kalian adalah apa yang kalian pilih. Begitu pilihan itu terjadi—dan menjadi
otomatis—tak hanya pilihan itu nyata, melainkan juga tampak tak terelakkan.
Cara kita berkebiasaan
memikirkan lingkungan dan diri kita sendiri menciptakan dunia yang kita
masing-masing huni. “Ada dua ikan muda yang berenang-renang dan mereka
kebetulan bertemu seekor ikan tua yang berenang ke arah lain, yang mengangguk
kepada mereka dan berkat, ‘Selamat pagi, anak-anak. Bagaimana airnya?’” Penulis
David Foster Wallace berpidato. “Dan kedua ikan muda itu meneruskan berenang,
sampai akhirnya salah seekor menatap teman-temannya dan bertanya, ‘Memangnya
air itu apaan sih?’”
Air adalah kebiasaan,
pilihan-pilihan tanpa-dipikir dan keputusan-keputusan tak-kasat-mata yang
mengelilingi kita setiap hari—dan yang akan terlihat lagi hanya dengan ditatap.
Air, kata William James, adalah
kiasan yang paling pantas untuk cara kebiasaan bekerja. Air “melubangi sendiri
saluran untuk dialiri, yang semakin lebar dan dalam; dan setelah alirannya
terhenti, ketika mengalir lagi, ditelusurinya kembali jalur yang ia telah buat
sendiri.
Kini, kalian tahu bagaimana
mengarahkan ulang jalur kalian. Kini kalian punya daya untuk berenang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar